BANDUNG - Seratusan pegiat bahasa dan sastra
Sunda berunjuk rasa lewat aksi budaya menolak kurikulum 2013 di depan
Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, Senin (31/12/2012).
Aksi dilatarbelakangi upaya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang menyusun Kurikulum 2013. Kurikulum baru ini dinilai tidak memberi peluang bahkan membunuh bahasa daerah. Kurikulum baru menghilangkan mata pelajaran muatan lokal.
Lewat aksi yang dimulai pukul 10.00 WIB, pegiat bahasa dan satra Sunda mengusung berbagai karton bertulisan menolak Kurikulum 2013. "Mendiknas Membunuh Bahasa Daerah," bunyi salah satu tulisan karton yang mereka usung.
Aksi ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu dibacakan Pembukaan UUD45 versi Bahasa Sunda. "Yen sabenerna kamerdekaan teh hak sakabeh bangsa," kata para pengunjuk rasa.
Aksi diikuti para tokoh Sunda Jawa Barat seperti seniman Tisna Sanjaya, Darpan A Winangun, Hawe Setiawan, Cecep Burdansyah, penyair Dhipa Galuh Purba, dan Taufik Fathurahman. Komunitas yang tergabung dalam aksi di antaranya dari jurusan bahasa dan Sastra Sunda Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Sastra Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad), Fakultas Adab UIN Sunan Gunung Djati, Caraka Sundanologi, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda, Yayasan Pusat Kebudayaan, dan lain-lain.
Dalam kesempatan itu, juga dibacakan petisi tuntutan, yakni masyarakat Sunda menolak rancangan Kurikulum 2013 yang tidak memasukan mata pelajaran bahasa daerah, bahasa daerah harus menjadi mata pelajaran dalam kurikulum tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK, pemerintah harus konsisten dalam menyusun kurikulum pendidikan berdasarkan UUD 45 dan UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, dan Gubernur Jabar harus aktif melindungi bahasa Sunda.
Selain itu, aksi diwarnai dengan pentas teater Saung Sastra Lembang, dan pembacaan sajak-sajak yang menyuarakan keprihatinan terhadap lunturnya seni dan budaya daerah.
Ketua aksi, Hadi AKS, menyatakan rancangan Kurikulum 2013 telah mempersempit pembelajaran bahasa daerah. Mulok bahasa daerah dalam draf kurikulum 2013 diganti dengan seni budaya. Sehingga bahasa daerah hanya ditempelkan dalam pelajaran seni budaya.
"Artinya bahasa daerah makin digeser dalam kurikulum 2013. Itu akan kami gugat ke Kemendikbud, mumpung saat ini masih uji publik," kata Hadi.
Jika Kuruikulum 2013 tetap menggabungkan bahasa daerah ke dalam pelajaran seni dan budaya, maka bahasa daerah tidak punya peluang untuk hidup. Hadi beharap, aksi damai ini menyadarkan masyarakat akan pentingnya bahasa daerah.
"Betapa ruginya kita ketika bahasa daerah dihilangkan. Benteng utama etnis adalah bahasa, ketika dipersempit tumbuhnya, bahasa Sunda akan cepat mati seperti bahasa lain di dunia," ungkap Hadi.(rfa)
Aksi dilatarbelakangi upaya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang menyusun Kurikulum 2013. Kurikulum baru ini dinilai tidak memberi peluang bahkan membunuh bahasa daerah. Kurikulum baru menghilangkan mata pelajaran muatan lokal.
Lewat aksi yang dimulai pukul 10.00 WIB, pegiat bahasa dan satra Sunda mengusung berbagai karton bertulisan menolak Kurikulum 2013. "Mendiknas Membunuh Bahasa Daerah," bunyi salah satu tulisan karton yang mereka usung.
Aksi ini dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu dibacakan Pembukaan UUD45 versi Bahasa Sunda. "Yen sabenerna kamerdekaan teh hak sakabeh bangsa," kata para pengunjuk rasa.
Aksi diikuti para tokoh Sunda Jawa Barat seperti seniman Tisna Sanjaya, Darpan A Winangun, Hawe Setiawan, Cecep Burdansyah, penyair Dhipa Galuh Purba, dan Taufik Fathurahman. Komunitas yang tergabung dalam aksi di antaranya dari jurusan bahasa dan Sastra Sunda Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Sastra Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad), Fakultas Adab UIN Sunan Gunung Djati, Caraka Sundanologi, Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda, Yayasan Pusat Kebudayaan, dan lain-lain.
Dalam kesempatan itu, juga dibacakan petisi tuntutan, yakni masyarakat Sunda menolak rancangan Kurikulum 2013 yang tidak memasukan mata pelajaran bahasa daerah, bahasa daerah harus menjadi mata pelajaran dalam kurikulum tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK, pemerintah harus konsisten dalam menyusun kurikulum pendidikan berdasarkan UUD 45 dan UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, dan Gubernur Jabar harus aktif melindungi bahasa Sunda.
Selain itu, aksi diwarnai dengan pentas teater Saung Sastra Lembang, dan pembacaan sajak-sajak yang menyuarakan keprihatinan terhadap lunturnya seni dan budaya daerah.
Ketua aksi, Hadi AKS, menyatakan rancangan Kurikulum 2013 telah mempersempit pembelajaran bahasa daerah. Mulok bahasa daerah dalam draf kurikulum 2013 diganti dengan seni budaya. Sehingga bahasa daerah hanya ditempelkan dalam pelajaran seni budaya.
"Artinya bahasa daerah makin digeser dalam kurikulum 2013. Itu akan kami gugat ke Kemendikbud, mumpung saat ini masih uji publik," kata Hadi.
Jika Kuruikulum 2013 tetap menggabungkan bahasa daerah ke dalam pelajaran seni dan budaya, maka bahasa daerah tidak punya peluang untuk hidup. Hadi beharap, aksi damai ini menyadarkan masyarakat akan pentingnya bahasa daerah.
"Betapa ruginya kita ketika bahasa daerah dihilangkan. Benteng utama etnis adalah bahasa, ketika dipersempit tumbuhnya, bahasa Sunda akan cepat mati seperti bahasa lain di dunia," ungkap Hadi.(rfa)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !