‘Orang Tua’ Guru Agama
Written By Unknown on Wednesday, March 6, 2013 | 10:01 PM
Guru Pendidikan Agama yang mengajar di sekolah umum (SD/SMP/SMA/SMK) harusnya lebih beruntung. Pasalnya mereka memiliki ‘orang tua’ ganda yaitu Kementerian Pendidikan dak Kebudayaan dan Kementrian Agama. Dengan begitu akan mendapatkan pelayanan, perhatian dan bimbingan yang lebih baik dibandingkan dengan guru mata pelajaran lain. Namun selama ini, keberuntungan memiliki dua ‘orang tua’ itu hanyalah angin surga saja.
Bagaimana tidak secara administrasi guru agama di sekolah umum khususnya yang diangkat Kemdikbud/Pemkot menjadi kewenangannya, dalam hal ini dinas pendidikan telah memainkan perannya dengan memberikan pelayanan yang baik. Sehingga guru-guru agama merasa lebih nyaman dan terarah dalam bekerja. Sedangkan kewenangan pembinaan guru agama di sekolah berdasarkan Peraturan Menteri Agama nomor 16 tahun 2010 menjadi kewenangan kementrian agama, dari sinilah muncul masalah.
Kemenag memiliki kewenangan pembinaan, tapi kondisi yang ada tanpa adanya action di lapangan. Tengok saja berapa kali mereka melakukan pembinaan kepada guru-guru agama di sekolah umum dalam satu tahun? berapa jumlah guru-guru agamanya? Sudah berapa guru agama yang bersertifikasi? Jangan salahkan guru agama kalau tidak kenal siapa pengawas agama di sekolahnya. Karena mereka rata-rata hadir hanya 2 kali dalam satu tahun bahkan kurang dari itu dan itu pun hanya sebatas say hello tanpa kontribusi yang berarti bagi guru-guru agama di sekolah.
Dalam pelaksanaan sertifikasi guru-guru agama di sekolah yang menjadi kewenangan Kemenag, lagi-lagi guru-guru agama jadi korban birokrasi ‘ikhlas beramal’. Lima tahun pelaksanaan sertifikasi telah berjalan, tapi belum ada seperempat guru agama yang tersertifikasi. Bandingkan dengan guru madrasah yang sama-sama dalam satu atap dengan kemenag mereka sudah hampir selesai disertifikasi (sebagai gambaran guru agama di sekolah umum yang sudah disertifikasi dari data terakhir masa kerja minimal 22 tahun, sementara guru madrasah yang baru selesai pra jabatan sudah bersertivikasi).
Beberapa catatan yang kami dapatkan dalam pelaksanaan sertifikasi dilapangan. Pertama masalah transparansi, pelaksanaannya jauh dari itu. Hal ini bisa dilihat tentang siapa dan kriteria apa yang digunakan untuk menetukan guru-guru yang akan disertivikasi, setiap tahun selalu berubah-ubah sesuai dengan selera mereka yang katanya itu menjadi kewenangan Kemenag pusat.
Kedua Besaran kuota guru yang disertifikasi antara guru madrasah dan guru agama di sekolah umum yang tidak berimbang. Melihat realita dilapangan jelas kuota guru madrasah lebih besar dari guru agama sekolah umum, hal ini terlihat begitu banyak guru madrasah sudah bersertifikasi dibandingkan dengan guru agama sekolah umum, pada hal jumlah guru agama sekolah umum jumlahnya jauh lebih sedikit.
Permasalahan ketiga adalah data base. Kemenag tidak cukup punya data base guru agama yang mengajar di sekolah umum, lebih menyedihkan lagi mereka meminta data lewat MGMP PAI (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), padahal ada instansi resmi dinas pendidikan. Sehingga data yang ada tidak lengkap, bisa di liat di long list yang dikeluarkan Kemenag terahir belum semua guru agama di sekolah umum terdaftar.
Data yang digunakan adalah data lama sudah berbeda kondisinya guru-guru saat ini. Mulai dari status kepegawaian (PNS/non PNS), Pangkat/golongan dan pendidikan terahir. Padahal setiap tahun guru agama disuruh untuk mengupdate data, untuk apa data yang harus dikirim setiap tahun kalau tidak ada pembaharuan data.
Agar pelaksanaan sertifikasi guru agama di sekolah umum bisa berjalan dengan baik kami memberikan usulan yakni mengembalikan pelaksanaan sertifikasi guru agama di sekolah umum kepada dinas pendidikan. Pasalnya Kemenag tidak mampu memberikan pelayanan yang baik. (*)
Labels:
Sains
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !